Kamis, 28 Juni 2012

Gunung Piramida di Indonesia



Belakangan ini, sejumlah orang peminat arkeologi dan sejarah memburu peradaban masa silam di nusantara. Kelompok yang tergabung dalam nama Turangga Seta yang menyatakan ada ratusan gunung piramida di Indonesia. “Tingginya tak kalah dari piramida Giza di Mesir yang cuma 140-an meter,” kata Agung Bimo Suredjo, salah seorang pegiat Turangga Seta. Mereka melakukan penjelajahan ke sejumlah bukit dan gunung di Nusantara.

Pernyataan mereka ini mengernyitkan dahi banyak kalangan. Tapi, Turangga Seta tak mau asal bicara. Mereka bahkan mengajak sejumlah geolog ternama untuk menguak secara ilmiah isi bukit yang mirip piramida itu. Lalu, benarkah gunung dan bukit kita menyimpan piramida yang mirip dengan temuan di Mesir dan suku Maya? Agung adalah Pendiri Yayasan Turangga Seta, organisasi yang punya misi penelitian di gunung itu. Bak tokoh fiksi Indiana Jones, awak Turangga Seta memang punya kegemaran memburu jejak sejarah. Bukan atas hasrat memiliki, tapi mengungkap kegemilangan sejarah nenek moyang di masa lalu.
Gunung yang dianggap piramida, ditemukan di sekitar Gunung Salak.
Gunung Sadahurip, Kabupaten Garut.


Gunung Lalakon, Soreang, Bandung.


Ilustrasi hasil uji geolistrik di Gunung Lalakon, Bandung.

Lazimnya, sebuah lapisan tanah atau lapisan batuan akan menyebar merata secara menyamping atau horisontal. Tapi hasil uji geolistrik menyatakan terdapat semacam struktur bangunan yang memiliki bentuk seperti piramida, dan di atasnya terdapat lapisan batuan tufa dan breksi dengan pola selang-seling secara bergantian.
Pola batuan tufa dan breksi ini berulang secara melintang bukan mendatar, dengan kemiringan sama. “Seolah-olah piramida ini diuruk dan dibronjong secara sengaja, agar tak longsor,” kata Hery, yang berprofesi sebagai konsultan kontraktor bangunan.
Dalam sebuah rekaman video, seorang pakar geologi menunjuk sebuah bentukan berwarna biru. Dalam hasil uji geolistrik, warna biru menandakan sebuah tempat yang punya resistivitas paling rendah. “Ini mungkin semacam rongga yang bisa berisi air atau tanah lempung,” pakar geologi itu menerangkan. Bentukan tadi menyerupai semacam pintu.
Yang jelas, pakar geologi itu melanjutkan, kemungkinan besar temuan itu adalah struktur buatan manusia, karena proses alamiah sepertinya tak mungkin menghasilkan pola batuan semacam itu. “Ini jelas man-made,” kata dia.
Situs Megalitik Gunung Padang, Piramida di Cianjur
Walau tak terawat, tetapi situs megalitikum yang teronggok di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat memperlihatkan betapa Eden in The East seperti yang dikemukakan Oppenheimer terus menggoda. Situs peninggalan zaman megalitikum yang terletak di Gunung Padang Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur kini kondisinya memprihatinkan. Kantor Berita Antara tahun 2005 pernah mewawancara pejabat Jawa barat terkait perawatan situs ini. Hasilnya, para pejabat itu mengakui, perawatan situs memang memprihatinkan.

“Sejak ditemukannya, situs Gunung Padang memang sangat memprihatinkan, padahal masyarakat terutama kalangan arkeolog telah berupaya agar situs tersebut dipelihara. Kini bebatuan di daerah itu mulai rusak karena banyaknya tangan-tangan jahil yang memanfaatkan bebatuan di lokasi tersebut untuk kepentingan yang tidak jelas,” Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cianjur, Iwan Permana,SH ketika itu.

Sementara Bupati Cianjur, Ir. Wasidi Swastomo,M.Si mengatakan, situs Gunung Padang sebenarnya telah beberapa kali mendapat pemugaran dan pemeliharaan dari instansi terkait, terutama Pemkab Cianjur. Namun karena keterbatasan dana, Pemkab belum bisa membuat akses jalan ke daerah itu dengan lebih baik karena medannya yang relatif sulit.
Rekonstruksi Gunung Padang, Cianjur.
Konstruksi tangga Gunung Padang, Cianjur.
Bagaimanapun kondisinya, situs Gunung Padang adalah sebuah fakta sejarah yang menggoda untuk diteliti karena menjadi anak tangga untuk terus memverifikasi hasil penelitian Oppenheimer yang menyebut Sundaland sebagai ibu peradaban dunia, tanah terindah di planet bumi, tanah tempat diturunkannya Nabi Adam dan Hawa.

Salah satu rangkaian Konferensi Internasional bertajuk Reinventing Sunda yang digelar di Hotel Salak The Heritage Bogor, 25-27 Oktober adalah pameran. Gunung Padang praktis mendominasi ruang pameran. Sejumlah foto mencolok ditampilkan, lengkap dengan batu-batu yang sudah diolah. Soni, petugas jaga, sibuk menjelaskan pertanyaan pengunjung karena batu-batu itu tersusun seperti anak tangga yang semakin meninggi dan akhirnya menyerupai piramida yang ada di di Mesir.

“Para ahli memang pernah coba membuat semacam rekonstruksi dari batu-batu yang ada di sekitar Gunung Padang,” kata Soni kepada bogor-kita.com di ruang pameran di Bogor, Senin 25 Oktober 2010.

Hasilnya, jelas Soni Prasetia nama lengkapnya yang juga sarjana Antropologi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Gungung Padang itu ternyata bukan sekedar gunung. “Lapisan luarnya dibalut oleh batu dan membentuk piramida seperti di Mesir,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar